Elegi Wajah Kota

Aku berdiri di atas kota yang sedang meranggaskan daun-daun
Di atas teriakan-teriakan kendaraan berbesi tua
Di antara hilir mudik kepul asap di sekujur tubuhnya

Langit merengut menyaksikan kakinya dikoyak
Dikuliti
Disayat-sayat pelan kebebasan bermainnya
Hingga segala pucuk hujan kehilangan jalan pulang setelah dijatuhkan

Di tengah dadanya kusaksikan sekawanan ibu dan balita berjelaga
Berlarian
Bernyanyi di atas sepasang kaki telanjang
Menenun helai doa-doa
Meraba liuk-liuk pertanyaan tentang apa arti merdeka

Lampu api menari di antara matahari
Di antara lagu-lagu nafas yang nyaris mati
Memutar elegi
Mengerih
Merintih

Ratusan sumpah serapah mengalir
Membaur dalam liur dan darah
Bersarang dalam tubuh penuh peluru dan jejak tikam membiru

Dan elegi terputar lagi
Lagi
Lagi

Di sebuah kota, 17 Juli 2013

Leave a comment